Kisahku
Selamat sore para penyendiri yang lebih senang sendiri..
Aku ingin cerita, bukan sih tepatnya aku ingin berbagi pengalaman hidup. Sebelumnya ini bukan curhat kok, hanya sebuah perjalanan bagaimana aku bisa sampai di umur 20 tahun ini.
Aku terlahir ditengah keluarga yang berada di level menengah ke bawah. Setiap hari mendapat berbagai cercaan dan hinaan dari berbagai kalangan. Tapi sekarang sih aku merasa beruntung bisa berada ditengah keluarga kecilku itu. Sejujurnya saja kalau diingat lagi sungguh pahit apa yang pernah aku rasakan dulu. Kadang aku merasa iri dengan beberapa orang yang bisa merasakan masa kecil yang bahagia dengan keluarga lengkap harmonis dan serba berkecukupan. Lama kelamaan aku jadi biasa aja sih, aku malah bersyukur bisa menjalani kehidupan dari bawah banget.
Ibuku masih sering cerita tentang kehidupanku semasa kecil, nangis sendiri kalau inget. Gimana saat aku ditelantarkan, di banding-bandingkan, dinomor duakan, dicuekin orang dan sebagainya. Aku cuma mau minta gula pasir yang waktu itu harganya mungkin masih 200 perak aja nggak dikasih sama mbah. Aku juga merasakan gimana perjuangan orang tuaku waktu bapak masih wiyata bakti dengan honor yang sangat kecil, dengan merawat beberapa kebuh milik mbahku. Modal besar yang dikeluarin bapakku dulu buat memulai kebun itu (yang sekarang entah hasilnya kemana). Setelah itu sekitar 8 tahunan jadi penjual mie ayam. Nggak pernah atau jaraaang sekali pegang uang merah bergambar pak Karno. Punya 1 motor buat ber empat. Rumah belum punya masih nggabung sama mbah. Ketika aku pengen beli baju harus nunggu sampai lebaran, kebayang kan berapa lamanya. Kalau pengen beli pernak pernik masa kecil harus nunggu uang kekumpul lagi, dulu aku nggak pernah jajan lho.
Aku juga masih ingat rasanya ditinggal orang tua selama 2 tahun dan hanya tinggal sama mbah dan keluarga lain. Aku masih ingat dengan umur yang masih sangat kecil harus pisah sama ibuku dan beda negara. Seingatku aku hanya dibawa ke DEPNAKER namanya nggak tau kenapa aku manut aja. Aku seneng bisa diajak pergi naik angkot. Nggak taunya itu awal mula ibuku pergi. Aku hanya bisa mendengar tangisan ibuku via telfon entah seminggu sekali atau sebulan sekali. Saat itu aku selalu senang kalau mendapat kiriman barang dari ibu. Ibu selalu bilang kangen sama aku diujung telfon sana. Aku hanya dijenguk sebulan sekali dan dikasih "TARANASIKU" dan "CHOCO CRUNCH" setiap bapak jenguk aku. Mungkin itu sebagai imbalan atas kesendirianku. Walaupun aku ditinggal kedua orang tuaku, tapi aku bersyukur punya banyak orang yang sayang banget sama aku dan perhatian.
Bapakku jualan miayam kira kira sampai aku kelas 6 SD. Setiap sore aku selalu senang menghitung uang yang didapat dari jerih payah ibu bapakku hari itu, seneng kalau ada mie yang sisa bisa aku makan. Setelah sekarang aku pikir ternyata dulu ngenes banget. Sehari rata-rata penghasilan : Rp 25.000,00 kebayang kan itu hampir setara kebutuhan sehariku sendiri waktu udah ngekos. Aku salut sama kesabaran keluargaku termasuk aku saat itu. Prihatinku selalu membuat bangga orang tuaku. Aku bukan anak yang suka minta aneh-aneh. Serius aku nggak neko neko. Gemi, rajin nabung banget. Aku kalau mau beli sesuatu yang agak mahal sedikit selalu ngumpulin dari nol.
Lulus SD alhamdulillah bapak diajak kerja yaa cuman jual alat kesehatan. Setidaknya bisa pakai baju yang lebih bagus dan enggak harus repot dorong gerobak mie ayam lagi. Penghasilan pertama Rp 60.000,00 dan rasa syukurnya udah menjadi-jadi. Aku masih ingat raut muka bapak waktu dapat uang itu. Sekolah SMP lancar dan bapak masih dengan pekerjaannya bahkan waktu itu sempat sampai Jawa Timur buat jualan itu. Inget banget waktu aku ulang tahun bapak pertama kalinya selama 20 tahun aku hidup ngucapin selamat ulang tahun sayang dengan doa yang panjang lebar.
Tiba saatnya aku masuk SMA, jujur saja aku galau banget karna penghasilan yang pas-pasan dan nggak menjamin bisa kuliah aku ngotot minta sekolah di SMK. Setidaknya setelah lulus aku bisa langsung kerja jadi nggak ngrepotin keluarga lagi. Awalnya bapak setuju. Tapi lama kelamaan bapak ngotot aku harus sekolah di SMA sampai datang ke SMA N 3 Magelang (SMA No 2 di Magelang) buat tanya tanya soal beasiswa. Dan akhirnya aku manut sama bapak dengan segala konsekuensinya. Aku harus siap dengan berbagai kemungkinan teman yang akan kujumpai. Termasuk gaya hidup mereka yang terkenal kaya dan berkelimpahan harta. Saat itu bapak sangat sangat ingin aku sekolah di STAN setelah SMA.
Saat masuk SMA aku baru ngerasa gaya hidup orang-orang kota dan beberapa yang levelnya jauh diatasku. Aku tetap biasa aja, aku mengikuti prosedur untuk dapat beasiswa untuk siswa miskin. Aku sering diundang ke BK buat ngurus data ini itu. Tapi itu nggak bisa mengalahkan rasa senengku bisa sekolah di SMA sekelas SMANAGA. Akhirnya Allah berkehendak baik. Bapak berkenalan dengan salah satu orang yang mengantarnya menjadi seperti sekarang. Awalnya aku ingat bapak sangat pesimis dengan kerjaannya ini. Bapak berubah menjadi orang yang sangat gemar dengan dunia marketing. Dan jadilah seorang sales susu kedelai. Gaji bersih pertama (belum termasuk bonus) adalah Rp 700.000,00 senengnya minta ampun pertama kalinya dapat slip gaji dan dinyatakan sebagai karyawan sebuah perusahaan.
Beberapa bulan berlalu, bapak memutuskan membangun rumah yang sebenarnya sempit hanya berukuran 7 x 5 meter tanpa hutang dari hasil sales susu kedelai. Rumah itu selesai dibangun sekitar akhir tahun 2012. Aku senang sekali bisa pindah meskipun sempit banget kecil cuma muat 2 kamar yang sempit pula, nggak punya ruang makan. Tahun 2013 pertengahan aku lulus SMA, bapak masih dengan keinginannya untuk melihatku menjadi mahasiswa STAN. Akunya juga ngotot nggak pengen sekolah di sekolah kedinasan. Awalnya aku ngotot buat nggak mau ambil beasiswa bidikmisi. Jujur saja aku dodol sekali saat itu, nggak tau keadaan orang tua sendiri. Tapi, bapak kasih pengertian kalau kita itu meskipun ada penghasilan itu nggak tentu. Gimana kalau ditengah jalan ada apa apa dan aku nggak bisa lanjut kuliah dengan kendala biaya? Oke bapak emang ada gaji, tapi setiap bulan naik turun tergantung seberapa banyak barang yang bisa dijual.
Akhirnya aku luluh dan mendaftar beasiswa bidikmisi untuk nantinya kalau aku ketrima di Univ gitu. Dan Allah berkehendak baik, aku gagal masuk STAN dengan kisah yang sangat konyol dan aku juga diterima SBMPTN di UNS jurusan Pend Fisika dengan status mahasiswa bidikmisi. Ya Allah terima kasih atas semua kebaikanmu bisa membuat orangtuaku tersenyum bangga karena anaknya bisa kuliah. Setelah kuliah, jujur saja aku awalnya masih sangat pelit bin ngirit. Tapi lama kelamaan aku semakin tak terkendali, apalagi setelah akhir akhir ini alhamdulillah pekerjaan bapak dilancarkan, semua rejeki karir dll, ibaratnya ini kesempatan yang nggak bisa aku rasakan dulu. Rasanya sekarang aku bisa beli apa yang aku mau dan sebagainya. Masyaa Allah sungguh rasa syukur ini nggak ada habisnya.
Terima kasih Allah atas semuanya....
Sekian.
L.H.R
Aku ingin cerita, bukan sih tepatnya aku ingin berbagi pengalaman hidup. Sebelumnya ini bukan curhat kok, hanya sebuah perjalanan bagaimana aku bisa sampai di umur 20 tahun ini.
Aku terlahir ditengah keluarga yang berada di level menengah ke bawah. Setiap hari mendapat berbagai cercaan dan hinaan dari berbagai kalangan. Tapi sekarang sih aku merasa beruntung bisa berada ditengah keluarga kecilku itu. Sejujurnya saja kalau diingat lagi sungguh pahit apa yang pernah aku rasakan dulu. Kadang aku merasa iri dengan beberapa orang yang bisa merasakan masa kecil yang bahagia dengan keluarga lengkap harmonis dan serba berkecukupan. Lama kelamaan aku jadi biasa aja sih, aku malah bersyukur bisa menjalani kehidupan dari bawah banget.
Ibuku masih sering cerita tentang kehidupanku semasa kecil, nangis sendiri kalau inget. Gimana saat aku ditelantarkan, di banding-bandingkan, dinomor duakan, dicuekin orang dan sebagainya. Aku cuma mau minta gula pasir yang waktu itu harganya mungkin masih 200 perak aja nggak dikasih sama mbah. Aku juga merasakan gimana perjuangan orang tuaku waktu bapak masih wiyata bakti dengan honor yang sangat kecil, dengan merawat beberapa kebuh milik mbahku. Modal besar yang dikeluarin bapakku dulu buat memulai kebun itu (yang sekarang entah hasilnya kemana). Setelah itu sekitar 8 tahunan jadi penjual mie ayam. Nggak pernah atau jaraaang sekali pegang uang merah bergambar pak Karno. Punya 1 motor buat ber empat. Rumah belum punya masih nggabung sama mbah. Ketika aku pengen beli baju harus nunggu sampai lebaran, kebayang kan berapa lamanya. Kalau pengen beli pernak pernik masa kecil harus nunggu uang kekumpul lagi, dulu aku nggak pernah jajan lho.
Aku juga masih ingat rasanya ditinggal orang tua selama 2 tahun dan hanya tinggal sama mbah dan keluarga lain. Aku masih ingat dengan umur yang masih sangat kecil harus pisah sama ibuku dan beda negara. Seingatku aku hanya dibawa ke DEPNAKER namanya nggak tau kenapa aku manut aja. Aku seneng bisa diajak pergi naik angkot. Nggak taunya itu awal mula ibuku pergi. Aku hanya bisa mendengar tangisan ibuku via telfon entah seminggu sekali atau sebulan sekali. Saat itu aku selalu senang kalau mendapat kiriman barang dari ibu. Ibu selalu bilang kangen sama aku diujung telfon sana. Aku hanya dijenguk sebulan sekali dan dikasih "TARANASIKU" dan "CHOCO CRUNCH" setiap bapak jenguk aku. Mungkin itu sebagai imbalan atas kesendirianku. Walaupun aku ditinggal kedua orang tuaku, tapi aku bersyukur punya banyak orang yang sayang banget sama aku dan perhatian.
Bapakku jualan miayam kira kira sampai aku kelas 6 SD. Setiap sore aku selalu senang menghitung uang yang didapat dari jerih payah ibu bapakku hari itu, seneng kalau ada mie yang sisa bisa aku makan. Setelah sekarang aku pikir ternyata dulu ngenes banget. Sehari rata-rata penghasilan : Rp 25.000,00 kebayang kan itu hampir setara kebutuhan sehariku sendiri waktu udah ngekos. Aku salut sama kesabaran keluargaku termasuk aku saat itu. Prihatinku selalu membuat bangga orang tuaku. Aku bukan anak yang suka minta aneh-aneh. Serius aku nggak neko neko. Gemi, rajin nabung banget. Aku kalau mau beli sesuatu yang agak mahal sedikit selalu ngumpulin dari nol.
Lulus SD alhamdulillah bapak diajak kerja yaa cuman jual alat kesehatan. Setidaknya bisa pakai baju yang lebih bagus dan enggak harus repot dorong gerobak mie ayam lagi. Penghasilan pertama Rp 60.000,00 dan rasa syukurnya udah menjadi-jadi. Aku masih ingat raut muka bapak waktu dapat uang itu. Sekolah SMP lancar dan bapak masih dengan pekerjaannya bahkan waktu itu sempat sampai Jawa Timur buat jualan itu. Inget banget waktu aku ulang tahun bapak pertama kalinya selama 20 tahun aku hidup ngucapin selamat ulang tahun sayang dengan doa yang panjang lebar.
Tiba saatnya aku masuk SMA, jujur saja aku galau banget karna penghasilan yang pas-pasan dan nggak menjamin bisa kuliah aku ngotot minta sekolah di SMK. Setidaknya setelah lulus aku bisa langsung kerja jadi nggak ngrepotin keluarga lagi. Awalnya bapak setuju. Tapi lama kelamaan bapak ngotot aku harus sekolah di SMA sampai datang ke SMA N 3 Magelang (SMA No 2 di Magelang) buat tanya tanya soal beasiswa. Dan akhirnya aku manut sama bapak dengan segala konsekuensinya. Aku harus siap dengan berbagai kemungkinan teman yang akan kujumpai. Termasuk gaya hidup mereka yang terkenal kaya dan berkelimpahan harta. Saat itu bapak sangat sangat ingin aku sekolah di STAN setelah SMA.
Saat masuk SMA aku baru ngerasa gaya hidup orang-orang kota dan beberapa yang levelnya jauh diatasku. Aku tetap biasa aja, aku mengikuti prosedur untuk dapat beasiswa untuk siswa miskin. Aku sering diundang ke BK buat ngurus data ini itu. Tapi itu nggak bisa mengalahkan rasa senengku bisa sekolah di SMA sekelas SMANAGA. Akhirnya Allah berkehendak baik. Bapak berkenalan dengan salah satu orang yang mengantarnya menjadi seperti sekarang. Awalnya aku ingat bapak sangat pesimis dengan kerjaannya ini. Bapak berubah menjadi orang yang sangat gemar dengan dunia marketing. Dan jadilah seorang sales susu kedelai. Gaji bersih pertama (belum termasuk bonus) adalah Rp 700.000,00 senengnya minta ampun pertama kalinya dapat slip gaji dan dinyatakan sebagai karyawan sebuah perusahaan.
Beberapa bulan berlalu, bapak memutuskan membangun rumah yang sebenarnya sempit hanya berukuran 7 x 5 meter tanpa hutang dari hasil sales susu kedelai. Rumah itu selesai dibangun sekitar akhir tahun 2012. Aku senang sekali bisa pindah meskipun sempit banget kecil cuma muat 2 kamar yang sempit pula, nggak punya ruang makan. Tahun 2013 pertengahan aku lulus SMA, bapak masih dengan keinginannya untuk melihatku menjadi mahasiswa STAN. Akunya juga ngotot nggak pengen sekolah di sekolah kedinasan. Awalnya aku ngotot buat nggak mau ambil beasiswa bidikmisi. Jujur saja aku dodol sekali saat itu, nggak tau keadaan orang tua sendiri. Tapi, bapak kasih pengertian kalau kita itu meskipun ada penghasilan itu nggak tentu. Gimana kalau ditengah jalan ada apa apa dan aku nggak bisa lanjut kuliah dengan kendala biaya? Oke bapak emang ada gaji, tapi setiap bulan naik turun tergantung seberapa banyak barang yang bisa dijual.
Akhirnya aku luluh dan mendaftar beasiswa bidikmisi untuk nantinya kalau aku ketrima di Univ gitu. Dan Allah berkehendak baik, aku gagal masuk STAN dengan kisah yang sangat konyol dan aku juga diterima SBMPTN di UNS jurusan Pend Fisika dengan status mahasiswa bidikmisi. Ya Allah terima kasih atas semua kebaikanmu bisa membuat orangtuaku tersenyum bangga karena anaknya bisa kuliah. Setelah kuliah, jujur saja aku awalnya masih sangat pelit bin ngirit. Tapi lama kelamaan aku semakin tak terkendali, apalagi setelah akhir akhir ini alhamdulillah pekerjaan bapak dilancarkan, semua rejeki karir dll, ibaratnya ini kesempatan yang nggak bisa aku rasakan dulu. Rasanya sekarang aku bisa beli apa yang aku mau dan sebagainya. Masyaa Allah sungguh rasa syukur ini nggak ada habisnya.
Terima kasih Allah atas semuanya....
Sekian.
L.H.R
Komentar
Posting Komentar