Belajar dari TA
Surakarta,
14 Juli 2017
Assalamu’alaikum
wr. wb.
Selamat malam
untuk semua mahluk ciptaan Allah di alam semesta ini, semoga kita semua
senantiasa ada dalam lindunganNya dan mendapatkan rahmatnya dengan jumlah yang
tak ternilai. J
Alhamdulillah
hari ini tepat satu tahun yang lalu adalah hari pertama saya menempuh KKN,
kisah yang sampai detik ini dan sampai kapanpun tidak akan terlupakan. Eh kenapa
masih ingat? Entah, saya hanya merasa tanggal 14 juli tidaklah asing di benak
saya. Nah, memang sebenarnya kkn bukanlah fokus dari cerita hari ini.
Langsung
saja, saya adalah mahasiswa semester tua (pasti paham kalau ujung-ujungnya
curhat) yang mana sedang dalam proses mengejar kelulusan dengan penuh drama. Ya
memang sejak pertama mengenal tugas akhir saya sudah dihadapkan pada banyak
sekali situasi yang alhamdulillah bisa terlewati sehingga saya bisa sampai ke
tahap ini. Dan hari ini saya semakin banyak mendapatkan pelajaran tentang makna
kesabaran, keikhlasan dan bersyukur.
Ya,
semua sudah digariskan dari sananya. Saya tahu, saya paham. Namun terkadang
perasaan ini lebih dominan daripada logika. Singkatnya, saya kecewa karena
harus menunda ujian lagi dan lagi. Tidak peduli dengan cap ambisius atau
terlalu tergesa-gesa, mereka semua pada dasarnya tidak tahu bagaimana saya. Saya
cukup sedih pernah di cap sebagai ambisius karena pada kenyataannya saya hanya
berjalan sesuai dengan alurnya.
Jika ada
kata-kata “lebih cepat lebih baik”, lantas salahkah saya dengan perasaan kecewa
ini? Kalau bisa sekarang mengapa harus besok? Setidaknya mengurangi waktu
dimana saya buang-buang uang orang tua saya untuk menunggu dan menunggu. Orang hanya
memikirkan tentang betapa ambisiusnya saya tanpa paham seluk-beluk alasan
mengapa saya bertindak demikian.
Mungkin cerita
ini sedikit random karena seluruh perasaan sedang berkecamuk dalam pikiran
saya. Pelajaran lain yang bisa saya ambil adalah jangan iri dengan keberhasilan
orang lain jika kita usaha kita kurang. Sekali lagi, mereka tidak tahu apa saja
yang terjadi pada saya sampai detik ini. Rintangan apa saja yang telah
terlewati dan berapa banyak air mata yang mendadak mengucur deras tanpa henti.
Hei,
sungguh sebenarnya kamu bisa selancar orang lain hanya kamu sendiri saja yang
tak punya keinginan dan semangat sebesar yang orang lain punya. Kamu hanya
terus merasa terpuruk dengan ketertinggalanmu tanpa menambah usahamu. Lantas,
apakah salah jika orang lain mendahuluimu? Jika saya tanya siapa yang lebih
tidak bersyukur? Jawabannya adalah kamu sendiri.
Dalam hal
ini saya batasi faktor internalnya saja, perkara faktor eksternal memang sudah
menjadi “jatah”nya masing-masing. Mereka yang lebih banyak mendapatkan kesulitan dari luar,
menurut saya jauh lebih baik daripada mereka yang kurang. Okelah mungkin
terkesan lambat, namun jujur saya salut dengan perjuangan kalian. Saya hanya
sekali dua kali merasa mereka dengan faktor eksternal lebih ringan kurang
bersyukur dengan kurang menggunakan kemampuan internalnya. Malas, mager, “ah nanti
aja” maupun lebih memilih kegiatan lain. Hei, orang lain tak seberuntung kamu,
mengapa kamu sia-siakan?
Oke,
karena saya badmood mendadak dan saya bingung mau melanjutkan bahasan apa? Cukup
sekian hehe.
Wassalamu’alaikum
wr. wb.
Love,
LHR.
Komentar
Posting Komentar