Hamzah bin Abdul Mutholib, Sang “Asadullah” (Singa Allah)
Hamzah
bin Abdul Mutholib adalah sahabat Nabi Muhammad SAW sekaligus paman nabi, saudara satu susuan
serta kerabat dekatnya dari jalur ibu. Dilahirkan dua tahun sebelum Nabi Muhammad SAW. Memeluk
Islam pada tahun ke-delapan dari kenabian atau pada tahun ke-enam kenabian
setelah nabi memasuki Darul Arqaam, berdasarkan riwayat lain. Beliau terkenal dengan
sebutan Asadullah (singa Allah) dan Sayyidusy-Syuhadaa’ (penghulu para
syuhada’). Di perang badar beliau berhasil menghempaskan beberapa tokoh
musyrikin, seperti
Syaibah bin Rabi’ah, Thu’aimah bin Adi dan ‘Utbah bin Rabi’ah. Begitu pula pada
perang Uhud, beliau berhasil menewaskan 30 orang lebih sebelum akhirnya gugur di
tangan Wahsyi, budak milik Jubair bin Muth’im.
Ibnu Atsir berkata dalam kitab ‘Usud al Ghabah, “Dalam perang Uhud,
Hamzah berhasil membunuh 31 orang kafir Quraisy, sampai pada suatu saat beliau
tergelincir sehingga ia terjatuh kebelakang dan tersingkaplah baju besinya, dan
pada saat itu ia langsung ditombak dan dirobek perutnya, lalu hatinya dikeluarkan
oleh Hindun kemudian dikunyahnya hati Hamzah tetapi tidak tertelan dan segera
dimuntahkannya.”
Ketika Rasulullah SAW melihat keadaan tubuh
pamannya Hamzah bin Abdul Muthalib, Beliau sangat marah dan Allah menurunkan
firmannya, ”Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang
sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar,
sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS : An Nahl 126)
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq didalam
kitab Sirah Ibnu Ishaq dari Abdurahman bin Auf bahwa Ummayyah bin Khalaf berkata kepadanya, “Siapakah salah seorang
pasukan kalian yang dadanya dihias dengan bulu bulu itu?”, aku menjawab “Dia
adalah Hamzah bin Abdul Muthalib”. Lalu Umayyah berkata, “Dialah yang membuat kekalahan kepada kami”.
Sementara itu, Abu Jahal yang telah
mengetahui bahwa Hamzah telah berdiri dalam barisan kaum muslimin berpendapat bahwa perang antara kaum
kafir Quraisy dengan kaum muslimin sudah tidak dapat dielakkan lagi. Oleh
karena itu,
ia mulai menghasut dan memprovokasi orang-orang Quraisy untuk melakukan tindak
kekerasan terhadap Rasulullah SAW dan pengikutnya. Bagaimanapun Hamzah tidak dapat membendung
kekerasan yang dilakukan kaum Quraisy terhadap para sahabat yang lemah. Akan
tetapi, harus
diakui bahwa keislamannya telah menjadi perisai dan benteng pelindung bagi kaum
muslimin lainnya. Lebih dari itu, menjadi daya tarik tersendiri bagi kabilah-kabilah Arab yang ada di
sekitar jazirah Arab untuk lebih mengetahui agama Islam lebih mendalam.
Pasukan kaum muslimin yang pertama
kali di kirim oleh Rasulullah SAW dalam perang Badar, di pimpin langsung oleh Sayyidina Hamzah (Si Singa Allah) dan Ali bin Abu Thalib
menunjukkan keberaniannya yang luar biasa dalam mempertahankan kemuliaan agama Islam, hingga akhirnya
kaum muslimin berhasil memenangkan perang tersebut secara gemilang.
Banyak korban dari kaum kafir Quraisy dalam perang tersebut, dan tentunya
mereka tidak mau menelan begitu saja. Maka mereka mulai mempersiapkan diri dan
menghimpun segala kekuatan untuk menuntut balas kekalahan yang mereka alami
sebelumnya.
Akhirnya, tibalah saatnya perang
Uhud dimana kaum kafir Quraisy disertai beberapa kafilah Arab lainnya bersekutu
untuk menghancurkan kaum muslimin. Sasaran utama perang tersebut adalah
Rasulullah SAW dan Hamzah bin Abdul Muthalib. Mereka memiliki rencana yang keji terhadap Hamzah
yaitu dengan menyuruh seorang budak yang mahir dalam menggunakan tombak dan
organ hatinya akan di ambil dan akan di makan oleh Hindun yang memiliki dendam
sangat membara karena suaminya terbunuh dalam perang Badar.
Sedangkan Washyi bin Harb diberikan
tugas yang maha berat yaitu membunuh Hamzah dan akan dijanjikan kepadanya
imbalan yang besar pula yaitu akan dimerdekakan dari perbudakan. Akhirnya, kedua pasukan tersebut
bertemu dan terjadilah pertempuran yang dahsyat, sementara Sayyidina Hamzah
berada di tengah-tengah medan pertempuran untuk memimpin sebagian kaum
muslimin. Ia mulai menyerang ke kiri dan ke kanan.
Seluruh pasukan kaum muslimin maju
dan bergerak serentak ke depan, hingga akhirnya dapat diperkirakan kemenangan
berada di pihak kaum muslimin. Seandainya pasukan pemanah yang berada di atas bukit Uhud tetap patuh
pada perintah Rasulullah SAW untuk tetap berada di sana dan tidak meninggalkannya untuk memungut
harta rampasan perang yang berada di lembah Uhud, niscaya kaum muslimin akan
dapat memenangkan pertempuran tersebut.
Di saat mereka sedang asyik memungut
harta benda musuh Islam yang tertinggal, kaum kafir Quraisy melihatnya sebagai peluang
dan berbalik menduduki bukit Uhud kemudian
mulai melancarkan serangannya dengan gencar kepada kaum
muslimin dari atas bukit tersebut. Tentunya penyerangan yang mendadak ini membuat pasukan muslim
terkejut dan kocar-kacir dibuatnya. Melihat keadaan itu, semangat Hamzah semakin bertambah berlipat ganda.
Ia kembali menerjang dan menghalau serangan kaum Quraisy.
Sementara itu, Wahsyi terus mengintai
gerak gerik Hamzah, setelah menebas leher Siba’ bin Abdul Uzza dengan
lihai-nya. Maka pada saat itu pula, Wahsyi mengambil ancang-ancang dan melempar
tombaknya dari belakang yang akhirnya mengenai pinggang bagian bawah Hamzah
hingga tembus ke bagian muka di antara dua pahanya. Lalu, ia bangkit dan berusaha
berjalan ke arah Wahsyi, tetapi tidak berdaya dan akhirnya roboh sebagai
syahid.
Usai peperangan, Rasulullah SAW dan para sahabatnya
bersama-sama memeriksa jasad dan tubuh para syuhada yang gugur. Sejenak beliau
berhenti, menyaksikan dan membisu seraya air mata menetes di kedua belah
pipinya. Tidak sedikitpun terlintas di benaknya bahwa moral bangsa Arab telah merosot
sedemikian rupa, hingga dengan teganya berbuat keji dan kejam terhadap jasad
Hamzah. Dengan keji mereka telah merusak jasad dan merobek dada Sayyidina
Hamzah dan mengambil hatinya. Kemudian Rasulullah SAW mendekati jasad Sayyidina Hamzah bin Abdul
Muthalib, Singa Allah, seraya bersabda,
“Tak
pernah aku menderita sebagaimana yang kurasakan saat ini. Dan tidak ada suasana
apapun yang lebih menyakitkan diriku dari pada suasana sekaran ini.”
Setelah itu, Rasulullah SAW dan kaum muslimin
menshalatkan jenazah pamannya dan para syuhada lainnya satu persatu. Pertama, Sayyidina Hamzah
dishalatkan lalu di bawa lagi jasad seorang syahid untuk dishalatkan, sementara
jasad Sayyidina Hamzah tetap dibiarkannya disitu. Lalu jenazah itu di angkat,
sedangkan jenazah Sayyidina Hamzah tetap di tempat. Kemudian di bawa jenazah
yang ketiga dan dibaringkannya di samping jenazah Sayyidina Hamzah. Lalu
Rasulullah dan para sahabat lainnya menshalatkan mayat itu. Demikianlah
Rasulullah menshalatkan para syuhada Uhud satu persatu, hingga jika di hitung maka Rasulullah SAW dan para sahabat telah
menshalatkan Sayyidina Hamzah sebanyak tujuh puluh kali.
Abdurahman bin Auf menyebutkan bahwa
ketika perang Badar, Hamzah berperang disamping Rasulullah dengan memegang 2
bilah pedang. Diriwayatkan dari Jabir bahwa ketika Rasulullah SAW melihat Hamzah
terbunuh, maka beliau menangis. Ia wafat pada tahun 3 H, dan Rasulullah SAW dengan “Sayidus Syuhada”
Komentar
Posting Komentar